Sekolah Dibubarkan Saja
Siapapun yang membaca judul buku ini sangat mungkin akan menjadi terprovokasi untuk setuju atau tidak setuju dengan judulnya.Yang sangat pro sekolah mungkin akan menghakimi penulis buku ini atau mungkin malah saya yang posting cover buku ini. Kalau tidak sekolah anak-anak mau dibawa ke mana? Siapa yang mengajarkan mereka dengan berbagai pengetahuan dan keahlian? Bagaimana masa depan anak-anak tanpa sekolah?
Bagi pelaku bisnis pendidikan akan berteriak-teriak. Waduh...bisnis dunia pendidikan salah satu bisnis yang sangat menjanjikan. Sekolah tidak boleh dibubarkan. Ini demi masa depan anak-anak. Mereka calon generasi emas. Berikan mereka pendidikan terbaik, berapapun biayanya dst.
Sedangkan di sudut sana ada yang tidak setuju sekolah yang dibubarkan. Tetapi masalahnya ketika menyekolahkan anaknya, maka dia tidak bisa mencukupi kebutuhan anaknya. Karena untuk makan pun sulit. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan anaknya baik untuk beli baju seragam, LKS, uang saku dan yang tak kalah pentingnya mengimbangi pergaulan dengan temannya.
Di sudut yang berbeda ada yang mengatakan. Bubarkan sekolah. Sekolah itu candu. Bebaskan anak dari belenggu sekolah. Sekolah sekarang hanya mencetak siswa menjadi manja. Sekolah sekarang tidak mengajarkan budi pekerti secara maksimal dan seterusnya.
Terus aku harus bilang wow gitu. Atau menjadi bingung. Tidak tentunya.
Mungkin ada yang pernah dengar cerita ada orang tua dan anak kecil yang membawa keledai. Ketika keledai itu dituntun berdua maka ada yang komentar. Bawa keledai kok tidak dinaiki. Kemudian orang tua itu menyuruh anaknya untuk naik sedangkan dia jalan menuntun. Tiba-tiba ada yang bilang. "Anak tidak tahu diri, masa orang tuanya disuruh jalan sedangkan kamu enak-enak saja naik". Orang tua dan anak itu mendengar. Anaknya malu kemudian turun, dan orang tua itu naik keledai tersebut. Namun, tiba-tiba ada yang bilang lagi. "Orang tua tidak tahu malu. Masa anaknya yang masih kecil disuruh jalan".
Orang tua itu pun merasa malu dan kemudian berembug dengan anaknya. Akhirnya keduanya menaiki keledai itu bersama-sama. Waktu terus berlalu hingga akhirnya ada orang yang bilang. "Dasar orang tua dan anak tidak tahu diri. Masa keledai kecil itu dinaiki berdua".
Mas Chu-Diel, penulis buku dengan judul Sekolah Dibubarkan Saja, mengatakan bahwa sepahit apapun kejujuran, jauh lebih baik dari pada kebohongan. Menulis buku ini sebenarnya tujuannya untuk memajukan pendidikan dengan melihat berbagai realitas di masyarakat yang harus dibenahi. Baginya permasalahan di dunia pendidikan tidak bisa diselesaikan dengan logika semata, tetapi harus dilakukan dengan banyak menggunakan hati nurani.
Semoga pihak-pihak yang berkepentingan di dunia pendidikan, khususnya pemerintah mau melakukan perubahan-perubahan agar anak-anak mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Sekolah merdeka. Pendidikan yang memerdekakan. Pendidikan untuk semua. Orang kaya orang miskin. Orang normal maupun penyandang disabilitas. Anak yang dianggap bodoh maupun sudah pintar. Punya kesempatan yang sama. Tak ada diskriminasi.
Demikian juga bagi orang tua yang mampu atau sekolah yang besar. Jangan membebani siswa miskin dengan berbagai sumbangan. Bisa jadi menjadi bumerang, karena orang tua dari siswa yang miskin itu akan memilih meninggalkan sekolah agar bisa membantu mereka mencari nafkah. Subsidi silang dari orang-orang kaya benar-benar diharapkan. Bukan masalah gengsi memberikan sumbangan yang besar. Yang berakibat akan memberikan patokan yang serupa, yang miskin pun harus ikut memberikan sumbangan. Harusnya tidak demikian. Biarlah saya memberikan sumbangan yang besar tanpa tendensi apapun. Dengan harapan secara langsung maupun tidak langsung akan mensubsidi siswa yang tak mampu.
Permasalahan dunia pendidikan begitu kompleksnya. Dari awal PPDB sampai ujian dan berakhir dengan perpisahan. Saat ini dimulai berbagai pembenahan oleh Mas Menteri. Dari dihapuskannya UN dan digantikannya dengan Asesmen Nasional (AKM dan survei karakter), USBN menjadi ujian sekolah, PPDB sistem zonasi. Bahkan guru-gurunya pun dikurangi beban administrasinya dengan diberlakukannya RPP yang disederhanakan (plus minus 1 lembar).
Kebijakan tersebut yang dimaksud di atas itulah yang dimaksud dengan Merdeka Belajar. Jika memang bisa berjalan sesuai harapan, rasanya keluhan Chu-Dil akan terjawab, dan tak perlu lagi menuliskan buku Sekolah Dibubarkan Saja (Edisi kedua..dst tentunya). Cukup 1 buku ini ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar