Guru Penggerak Merdeka Belajar : Mewujudkan Pendidikan yang Memerdekakan
Tulisan ini merupakan bagian dari hasil refleksi selama mengikuti program guru penggerak (PGP) angkatan 1. Tentunya tulisan ini menjadi rangkaian pada tulisan sebelumnya maupun tulisan mendatang mengenai merdeka belajar. Merdeka belajar sebagai sebuah filosofi akan tetap relevan terhadap perkembangan zaman.
Ki Hajar Dewantara telah mengisyaratkan bahwa tumbuh kembangnya kodrat anak selaras dengan kodrat alam maupun kodrat zaman. Dan di era digital ini, anak-anak pun harus dididik sesuai dengan tuntutan teknologi. Tanpa itu sama artinya kita mengarahkan anak-anak kita untuk kembali ke masa lalu. Memang benar, kita tidak memberikan kebebasan sebebas-bebasnya sama halnya tidak bisa mengekang mereka untuk meninggalkan dunia gadget.
Tugas orang tua atau guru seperti petani atau tukang kebun yang hanya bisa merawat benih baik jagung, padi, kedelai dan benih lainnya agar tumbuh dengan baik. Benih jagung yang kurang baik asalkan dirawat dengan sungguh-sungguh seperti ditanam pada tanah yang subur, dipupuk dan disiram secara teratur akan tumbuh optimal. Sebaliknya, sebagus apa benihnya jika tidak dirawat dan ditempatkan di tanah yang subur akan tumbuh memprihatinkan. Dan satu hal lagi, bahwa biarkan jagung untuk tumbuh sesuai kodratnya. Tentunya tidak sama antara menanam jagung dengan menanam padi. Apalagi berharap jagung menjadi padi atau sebaliknya. Jelas melanggar kodrat.
Seperti tertulis disebutkan di web Pendidikan Guru Penggerak, ada 3 modul masing-masing yaitu Paradigma dan Visi Guru Penggerak, Pembelajaran yang Berpihak pada Murid, serta Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah. Ketiga modul tersebut diperkuat dengan kegiatan selebrasi, refleksi, kolaborasi dan aksi.
Melalui modul-modul tersebut Calon Guru Penggerak dididik untuk mampu memerdekakan dirinya, memerdekakan kelasnya, dan selanjutnya memerdekakan sekolahnya. Modul pertama memberikan dasar-dasar yang kuat mengenai filosofi merdeka belajar dan mewujudkan budaya positif, modul 2 berkaitan erat dengan penerapan merdeka belajar di kelas melalui pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional serta menjalin komunikasi dengan siswa melalui coaching. Sedangkan modul 3 menyiapkan CGP untuk menjadi pemimpin pembelajaran melalui materi bagaimana melakukan pengambilan keputusan, pengelolaan sumber daya, serta merancang program yang berpihak pada murid.
Dan satu hal yang penting adalah seorang guru penggerak seharusnya mampu mewujudkan komunitas praktisi sebagai wadah untuk berbagi praktik baik. Sebuah komunitas praktisi terbentuk dari kerisauan bersama misalnya dari guru-guru sekolah terhadap pembelajaran yang selama ini berjalan. Bentuk kerisauan ini dituangkan dalam bentuk kegiatan yang rutin seperti berbagi praktik baik maupun melakukan berbagai upaya peningkatan kompetensi anggota komunitas. Selanjutnya, hasil dari kegiatan ini akan didokumentasikan atau menghasilkan produk tertentu. Secara singkatnya sebuah komunitas praktisi terdiri dari domain, komunitas, serta produk.
Untuk mewujudkan pendidikan yang memerdekakan seperti harapan tentunya butuh perjuangan yang panjang. Tidak cukup memiliki mental penggerak maupun merasa merdeka saja. Tetapi butuh pengetahuan serta ketrampilan yang dibutuhkan agar proses mewujudkan merdeka belajar ini sesuai dengan harapan Ki Hajar Dewantara. Sebuah pendidikan yang menumbuhkembangkan potensi anak secara optimal untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan.
Salam guru penggerak
Salam merdeka belajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar